Feeds:
Posts
Comments

victim

Makalah
Kedudukan Korban Dan Kejahatan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap terjadinya suatu tindakan kejahatan dapat dipastikan akan menimbulkan kerugian yang sangat besar pada korbannya, baik kerugian tersebut bersifat materil maupun bersifat immateriil. Sedangkan penderitaan yang dialami oleh korban kejahatan sangat relavan untuk dijadikan instrumen atau pertimbangan bagi penjatuhan pidana kepada pelaku, akan tetapi sebenarnya penderitaan-penderitaan yang di alami oleh pelaku karena di pidana tidak ada hubungannya dengan penderitaan korban kejahatan.
Dalam makalah ini kita mencoba membahas tentang pengertian dari korban, pengertian dari kejahatan dan bagaimana kedudukan dari korban dan pelaku kejahatan. Korban merupakan orang atau lembaga dengan kata lain mereka yang mengalami penderitaan jasmani atau badan/fisik dan rohani atau mental karena perbuatan orang lain yang telah melanggar dari hak-hak asasi mareka.
Kejahatan adalah suatu perbuatan yang di anggap telah menyimpang dari norma oleh masyarakat sehingga dia pantas untuk di hukum. Dalam terjadinya suatu kejahatan ada keterkaitan antara pelaku kejahatan (subject) dengan korban dari kejahatan itu sendiri (object), yaitu hubungan dari sebab akibat. Sebagaimana telah kami sebutkan tadi bahwa, suatu kejahatan akan menimbulkan korban. Maka jika tidak ada orang yang melakukan kejahatan maka secara logis tidak ada korban. Pernyataan ini memang tidak bisa dipegang secara seluruhnya, karena ada juga mareka yang menjadi korban karena keadaan alam atau bencana alam. Mareka juga di sebut sebagai korban, namun tidak seperti korban yang kita maksudkan disini. Di dalam makalah ini kita hanya menjelaskan korban dalam tindak kejahatan.
Pada dasarnya, dalam memberikan suatu definisi harus mencakup semua aspek sebagai batasan dalam membahas suatu masalah. Namun tidak semua sama dalam memberikan suatu definisi, banyak hal yang di pertimbangkan dalam pemberian definisi. Ada yang melihat dari aspek sosial budaya dan hukum. Namun, perbedaan ini tidak dapat kita jadikan sebagai perdebatan namun mari kita jadikan sebagai rahmat bagi kita semua.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana yang di maksud dengan korban dalam victimologi?
2. Bagaimana pengertian tentang kejahatan dalam victimologi?
3. Bagaimana kedudukan dari korban dan kejahatan?

C. Maksud Dan Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan korban dalam victimologi.
2. Untuk mengetahui pengertian dari kejahatan dalam victimologi.
3. Untuk mengertahui kedudukan dari korban dan kejahatan.

D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini merupakan metode yang bersifat library research, yaitu dengan cara mengumpulkan berbagai data dari bahan-bahan bacaan baik dibuku maupun di internet dan kemudian di analisa dan di susun dalam bentuk makalah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korban
Korban tidak boleh kita pahami sebagai obyek dari suatu tindak kejahatan saja, akan tetapi juga harus dipahami sebagai subyek yang perlu dan wajib mendapat perlindungan secara social dan hukum. Karena pada dasarnya korban adalah orang baik, individu, kelompok ataupun masyarakat yang telah menderita kerugian yang secara langsung telah terganggu akibat pengalamannya sebagai target dari kejahatan subyek lain.
Dulu, pada masa peradaban ibrani kuno, pengertian korban hanya sebatas merujuk kepada pengorbanan atau yang di korbankan, yaitu mengorbankan seseorang atau binatang untuk pemujaan atau hierarki kekuasaan. Dan ini merupakan pengertian yang sangat sempit.
Selama beberapa abad, pengertian korban menjadi berubah dan memiliki makna yang lebih luas. Ketika viktimologi pertama kali ditemukan yaitu pada tahun 1940-an, para ahli viktimologi seperti Mendelshon, Von Hentig dan Wolfgang cenderung mengartikan korban berdasarkan text book dan kamus yaitu ”orang lemah yang membuat dirinya sendiri menjadi korban”.
Pemahaman seperti itu ditentang habis-habisan oleh kaum feminist sekitar tahun 1980-an, dan kemudian mengubah pengertian korban yaitu “setiap orang yang terperangkap dalam suatu hubungan atau situasi yang asimetris. Asimetris disini yaitu segala sesuatu yang tidak imbang, bersifat ekploitasi, parasitis (mencari keuntungan untuk pihak tertentu), merusak, membuat orang menjadi terasing, dan menimbulkan penderitaan yang panjang”.
Istilah korban pada saat itu merujuk pada pengertian “setiap orang, kelompok, atau apapun yang mengalami luka-luka, kerugian, atau penderitaan akibat tindakan yang bertentangan dengan hukum. Penderitaan tersebut bisa berbentuk fisik, psikologi maupun ekonomi”.
Kamus umum bahasa indonesia menyebutkan kata korban mempunyai pengertian: ”korban adalah orang yang menderita kecelakaan karena perbuatan (hawa nafsu dan sebagainya) sendiri atau orang lain”.
Menurut Arif Gosita
Pengertian korban adalah mereka yang menderita jasmani dan rohani sebagai tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita.
Pengertian yang disampaikan oleh Arif Gosita tersebut sudah diperluas maknanya, tidak hanya untuk perorangan tetapi berlaku bagi subyek hukum yang lain, seperti badan hukum, kelompok masyarakat dan korporasi. Timbulnya korban erat kaitanya dengan kejahatan.
Menurut Sahetapi
“korban adalah orang perorangan atau badan hukum yang menderita luka-luka, kerusakan atau bentuk-bentuk kerugian lainnya yang dirasakan, baik secara fisik maupun secara kejiwaan. Kerugian tersebut tidak hanya dilihat dari sisi hukum saja, tetapi juga dilihat dari segi ekonomi, politik maupun social budaya. Mereka yang menjadi korban dalam hal ini dapat dikarenakan kesalahan si korban itu sendiri, peranan korban secara langsung atau tidak langsung, dan tanpa adanya peranan dari si korban .
Van Boven
Merujuk pada Deklarasi Prinsip-prinsip Dasar Keadilan bagi korban Kejahatan dan penyalahgunaan kekuasaan (Declaration of basic Principle of justice for victim of crime and abuse of power) yang mendefinisikan korban adalah: Orang yang secara individual maupun kelompok telah menderita kerugian, termasuk cedera fisik maupun mental, penderitaan emosional, kerugian ekonomi atau perampasan yang nyata terhadap hak-hak dasarnya, baik kerana tindakan (by act) maupun karena kelalaian (by omission).
Berdasarkan pada beberapa pengertian tersebut diatas, pengertian korban bukan hanya untuk manusia saja atau perorangan saja, akan tetapi dapat berlaku juga bagi badan hukum, badan usaha, kelompok organisasi maupun Negara. Perluasan pengertian subyek hukum tersebut karena badan hukum atau kelompok tersebut melaksanakan hak dan kewajiban yang dilindungi oleh hukum atau dengan kata lain subyek hukum tersebut dapat merasakan penderitaan atau kerugian atas kepentingan yang dimiliki akibat perbuatan sendiri atau pihak lain seperti yang dirasakan oleh manusia.
Rancangan Deklarasi dan Resolusi Konggres PBB ke-7 yang kemudian menjadi Resolusi MU-PBB 40/34, bahwa yang dimaksud dengan korban adalah orang-orang, baik secara individual maupun kolektif, yang menderita kerugian akibat perbuatan (tidak berbuat) yang melanggar hukum pidana yang berlaku di suatu Negara, termasuk peraturan-peraturan yang melarang penyalahgunaan kekuasaan.
Perlu dicatat, bahwa pengertian kerugian (Harm) menurut Resolusi tersebut, meliputi kerugian fisik maupun mental (Physical or mental injury), penderitaan emosional (emotional suffering), kerugian ekonomi (economic loss) atau perusakan substansial dari hak-hak asasi manusia mereka (substantial impairment of theirfundamental rights). Selanjutnya dikemukakan bahwa seseorang dapat di pertimbangkan sebagai korban tanpa melihat apakah sipelaku kejahatan itu sudah diketahui, ditahan, dituntut, atau dipidana dan tanpa memandang hubungan keluarga antara sipelaku dengan korban.

Macam-Macam Korban
Konggres PBB ketujuh telah mengelompokkan macam-macam korban sebagai berikut:
• Korban kejahatan konvensional adalah korban yang diakibatkan oleh tindak pidana biasa atau kejahatan biasa misalnya, pembunuhan, perkosaan, penganiayaan dan lain-lain;
• Korban non-konvensional adalah korban kejahatan yang diakibatkan oleh tindak pidana berat seperti terorisme, pembajakan, perdagangan narkotika secara tidak sah, kejahatan terorganisir dan kejahatan computer;
• Korban kejahatan akibat penyalahgunaan kekuasaan (Ilegal abuses of power) terhadap hak asasi manusia alat penguasa termasuk penangkapan serta penahanan yang melanggar hukum dan lain sebagainya.
Pengelompokan atas macam-macam korban tersebut didasarkan atas perkembangan masyarakat. Terhadap korban kategori ketiga adanya korban penyalahgunaan kekuasaan berkaitandengan pelanggaran hak asasi manusia.
Kemudian sejak viktimologi diperkenalkan sebagi suatu ilmu pengetahuan yang mengkaji permasalahan korban serta segala aspeknya, maka wolfgang melalui penelitiannya menemukan bahwa ada beberapa macam korban yaitu:

wolfgang
• Primary victimization, adalah korban individual/perorangan bukan kelompok;
• Secondary Victimization, korbannya adalah kelompok, misalnya badan hukum;
• Tertiary Victimization, yang menjadi korban adalah masyarakat luas;
• Non Victimozation, korbannya tidak dapat segera diketahui misalnya konsumen yang tertipu dalam menggunakan hasil peroduksi.

Tipologi korban
• Unrelated victims, yaitu korban yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan terjadinya korban, misalnya pada kasus kecelakaan pesawat. Dalam hal ini tanggungjawab sepenuhnya terletak pada pelaku.
• Provocative Victims, yaitu seseorang yang secara aktif mendorong dirinya menjadi korban, misalnya kasus selingkuh, dimana korban juga sebagai pelaku.
• Participating Victims, yaitu seseorang yang tidak berbuat tetapi dengan sikapnya justru mendorong dirinya menjadi korban.
• Biologically weak Victims, yaitu mereka yang secara fisik memiliki kelemahan atau potensi untuk menjadi korban, misalnya orang tua renta, anak-anak dan orang yang tidak mampu berbuat apa-apa.
• Socially Weak Victims, Yaitu mereka yang memiliki kedudukan social yang lemah yang menyebabkan mereka menjadi korban, misalnya korban perdagangan perempuan, dan sebagainya.
• Self Victimizing Victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena kejahatan yang dilakukannya sendiri, pengguna obat bius, judi, aborsi dan prostitusi.
Hak-hak korban menurut Hak-hak korban menurut Declaration of basic principles of justice for victim of crimes and abuse of power
• Hak memperoleh informasi;
• Hak didengar dan dipertimbangkan kepentingannya pada setiap tahapan proses peradilan pidana;
• Hak memperoleh bantuan yang cukup;
• Hak memperoleh perlindungan terhadap privasi dan keamanan;
• Hak memperoleh pelayanan yang cepat dalam penyelesaian perkara
• Hak untuk memperoleh ganti kerugian (Restitusi)
• Hak memperoleh kompensasi (dalam kejahatan yang berat/serius)
• memperoleh kesempatan berpartisipasi pada tahapan proses pidana.

Kewajiban Korban Kriminalitas ialah
a. tidak sendiri membuat korban dengan mengadakan pembalasan
b. berpartisipasi dalam masyarakat mencegah perbuatan korban lebih banyak lagi
c. mencegah kehancuran sipelaku baik oleh diri sendiri maupun orang lain
d. mencegah kehancuran sipelaku baik oleh diri senndiri maupun oleh orang lain
e. ikut serta membina pelaku atau pembuat korban
f. bersedia dibina atau membina diri sendiri untuk tidak menjadi korban lagi
g. tidak menuntut restitusi yang tidak sesuai dengan kemampuan pelaku
h. menjadi saksi bila tidak membahayakan diri sendiri dan ada jaminan keamananya.

B. Pengertian Kejahatan
Pengertian kejahatan (crime) sangatlah beragam, tidak ada definisi baku tentang kejahatan. Tidak ada definisi yang mencakup semua aspek dari kejahatan, ada yang memberikan definisi dari aspek sosiologis, ada yang memberikan definisi dari aspek yuridis maupun kriminologis.
Munculnya perbedaan dalam memberikan definisi tentang kejahatan ini dikarenakan adanya perbedaan cara pandang dalam memberikan definisi itu sendiri, disamping tentunya perumusan kejahatan dipengaruhi oleh jenis kejahatan yang akan dirumuskan.
Secara etimologi kejahatan adalah suatu perilaku atau tingkah laku yang menyimpang atau bertentangan dengan moral kemanusiaan. Kejahatan merupakan suatu perbuatan yang sangat ditentang dan tidak disukai oleh masyarakat.
Van bemmelen merumuskan kejahatan adalah tiap kelakuan yang tidak bersifat susila dan merugikan, yang menimbulkan begitu banyak ketidak tenangan dalam suatu masyarakat tertentu sehingga masyarakat tersebut berhak mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa atau sanksi yang dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut.
Jika dikaitkan dengan kejahatan-kejahatan yang terdapat didalam udang-undang hokum pidana, perumusan kejahatan menurut kitab undang-undang hokum pidana adalah semua bentuj perbuatan yang memenuhi perumusan ketentuan-ketentuan kitab undang-undang hokum pidana.
Sekalipun perumusan kejahatan sangat beragam namun pada intinya memiliki kesamaan unsure. Pendapat Kimball tentang unsur-unsur yang terdapat didalam kejahatan adalah:
a. Adanya pelaku
b. Adanya niat jahat
c. Siapa penyebabnya (korban)
d. kerugiannya
e. adanya keterangan atau fakta-fakta yang memberatkan (saksi)
f. keputusan hakim apakah pelaku di penjara atau di hokum mati.
Pada awalnya kejahatan merupakan cap yang diberikan masyarakat pada perbuatan-perbuatan yang dianggap bertentangan dengan norma-norma atau kaidah-kaidah yang berlaku didalam masyarakat. Dengan demikian ukuran untuk apakah suatu perbuatan termasuk kedalam katagori kejahatan atau bukan adalah “apakah masyarakat menderita kerugian secara materiil maupun immaterial sehingga di masyarakat timbul rasa tidak aman dan melukai perasaan?”
Karena ukuran pertama dalam menentukan apakah suatu perbuatan merupakan kejahatan atau bukan adalah norma-norma yang hidup dan dianut oleh masyarakat setempat, tentunya sukar untuk mengolongkan jenis-jenis kejahatan yang dapat di sebut dengan kejahatn. Namun yang pasti, hokum adalah hokum dan harus ditegakkan karena telah melanggar undang-undang walaupun itu merupakan adapt kebiasaan dari penduduk tesebut. Kita tidak boleh digiring kedalam pendikotomian antara hokum adapt dan budaya, hokum tetap hokum.
Disamping kejahatan yang mempunyai korban, ada juga terdapat tindak kejahatan yang tidak mempunyai korban yang lebih dikenal dengan sebutan kejahatan tanpa korban (victimeless crime). Kenapa dikatakan kejahatan tanpa korban, ini dikarenakan yang melakukan kejahatan sediri merupakan korban dari perbuatannya sendiri. Seperti orang yang melakukan tindak pidana perjudian, narkotika, pornografi, prostitusi.

C. Kedudukan Korban Dan Kejahatan
Korban mempunyai peranan fungsional dalam terjadinya suatu kejahatan. Perbuataan pelaku atau tindakan kejahatan dapat mengakibatkan orang lain menjadi korban, sebagai mana yang dikemukakan oleh samuel walker bahwa hubungan antara korban dan pelaku kejahatan adalah hubungan sebab akibat. Akibat dari perbuatan pelaku yaitu suatu perbuatan kejahatan dan korban yang menjadi object sasaran perbuatan pelaku menyebabkan korban harus menderita karena kejahatan.
Kerugian yang dialami oleh korban akibat terjadinya suatu kejahatan tidak semuanya kerugian yang berupa materiil, atau penderitaan fisik saja, tetapi yang paling besar pengaruhnya adalah kerugian atau dampak psikologis. Korban kejahatan bisa terus menerus merasa dibanyagi oleh kejahatan yang menimpanya yang dapat menghalanginya untuk beraktivitas dalam kehidupannya sehari-hari.
Secara sosiologis dapat dikatakan bahwa dalam kehidupan masyarakat, semua warga negara berpartisipasi penuh atas terjadinya kejahatan sebab masyarakat dipandang sebagai sebuah sistem kepercayaan yang melembaga (system of institutionalized trust). Tanpa kepercayaan ini, kehidupan sosial ini tidak mugkin berjalan dengan baik sebab tidak ada patokan yang pasti dalam bertingkah laku. Kepercayaan terpadu melalui norma-norma yang diekspresikan di dalam stuktur organisasional.
Bagi korban kejahatan, dengan terjadinya kejahatan yang menimpa dirinya tentu akan menghancurkan sistem kepercayaan tersebut. Dengan kata lain, dapat merupakan suatu bentuk trauma kehilangan kepercayaan terhadap masyarakat dan ketertiban umum yang berwujud munculnya gejala-gejala rasa takut, gelisah, rasa curiga, sinisme, depresi, kesepian, dan berbagai perilaku penghindaran lainnya. Contoh wanita korban kekerasan dalam rumah tangga, khususnya yang mengalami kekerasan dalam berhubungan intim. Rasa takut adalah hal yang paling mendominasi korban. Rasa takut tersebut mengendalikan semua perilakunya, dan mewarnai semua tindak tanduknya. Bahkan ketakutan dapat menganggu pola tidurnya, memunculkan insomnia dan mimpi-mimpi buruk. Gangguan tidur dapat memunculkan ketergantungan terhadap obat tidur dan obat penenang dapat mengancam keselamatan dirinya. Bahkan, akan mengancam jiwanya, kalau sampai ia berusaha mambuka mulut, atau apabila ia berusaha meninggalkan lelaki itu.
Kadang kala hubungan antara pelaku kejahatan dengan korban kejahatan sering kali bersifat personal. Hal ini dapat ditemui dalam berbagai jenis kejahatan yang melibatkan keluarga atau yang terjadi dalam rumah rumah tangga. Pada jenis kejahatn seperti ini, seringnya terjadinya kontak dengan pelaku kejahatan hal ini akan meanmbah rasa takut dari sikorban untuk mengambil tindakan. Apabila sikorban mengambil tindakan untuk melaporkan kepada pihak lain maka akan menimbulkan kemarahan tidak hanya dari para pelaku akan tetapi dari pihak lainnya.
Menurut E. Kristi Poerwandari, dalam kekerasan terhadap perempuan hubungan antara pelaku dengan korban sangat beragam pelaku, dapat berupa:
1. orang asing/ tidak saling kenal; suami; pasangan hubungan intim lain (pacar, tunangan, bekas suami, dan lain-lain); kenalan/teman; anggota keluarga inti dan/luas; teman kerja;
2. orang dengan posisi otoritas: atasan kerja atau majikan; guru; dosen atau pengajar; pemberi jasa tertentu (konselor, dokter, perkerja sosial, dan lain-lain);
3. negara dan atau wakilnya; polisi/anggota militer; dan pejabat (individu dalam kedudukan sebagai pejabat);

Untuk kejahatan-kejahatan di luar kekerasan dalam rumah tangga hubungan pelaku deengan korban sangat beragam, tetapi pada umunya antara pelaku dengan korban tidak memiliki relasi secara lansung atau tidak saling mengenal. (serambi, 12 desember 2008, tiga orang tukang becak memperkosa seorang anak yang lemah mental secara bergiliran. Pelaku dan korban tidak mempunyai hubungan atau saling mengenal)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Korban adalah mereka yang menderita jasmani dan rohani sebagai bentuk tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita. Macam-macam korban yaitu:
• Primary victimization, adalah korban individual/perorangan bukan kelompok;
• Secondary Victimization, korbannya adalah kelompok, misalnya badan hukum;
• Tertiary Victimization, yang menjadi korban adalah masyarakat luas;
• Non Victimozation, korbannya tidak dapat segera diketahui misalnya konsumen yang tertipu dalam menggunakan hasil peroduksi.
Kejahatan adalah setiap kelakuan atau perbuatan yang tidak bersifat susila (asusila) dan merugikan, yang menimbulkan begitu banyak ketidak tenangan dalam suatu masyarakat tertentu sehingga masyarakat tersebut berhak mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa atau sanksi yang dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut.
Korban mempunyai peranan fungsional dalam terjadinya suatu kejahatan. Perbuataan pelaku atau tindakan kejahatan dapat mengakibatkan orang lain menjadi korban, sebagai mana yang dikemukakan oleh samuel walker bahwa hubungan antara korban dan pelaku kejahatan adalah hubungan sebab akibat. Akibat dari perbuatan pelaku kejahatan maka menyebabkan timbulnya korban.
Unsur-unsur yang terdapat didalam kejahatan adalah:
a. pelaku
b. adanya niat jahat
c. siapa penyebabnya
d. adanya kerugian
e. adanya keterangan/ fakta
f. keputusan dari pengadilan

DAFTAR PUSTAKA
M.arief Mansur, dikdik dan Elisatris Gultom. 2007. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma Dan Realita. Jakarta: Rajawali Pers
Nuri sanusi, lian. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban. Ciganjur: Kawan Pustaka.
Gosita, Arif : 2004. ”Masalah Korban Kejahatan (Kumpulan Karangan) Kedudukan Korban di Dalam Tindak Pidana”, Jakarta : PT. Bhuwana Ilmu Populer.
http://paijolaw.googlepages.com/presentasi victimologi
http://www.unsoed.ac.id
http://pemantau peradilan.com
http://thed03.blogsport.com
syafruddin. 2006.”Peranan Korban Kejahatan (Victim) Dalam Terjadinya Suatu Tindak Pidana Kejahatan Di Tinjau Dari Segi Victimologi” USU. Repsitroy.
Tulisan dari Sagung Putri M.E Purwani ”Victimisasi Kriminal Terhadap Perempuan”

keluarga

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang.

Salah satu alasan mendasar terbentuknya keluarga adalah pemenuhan kebutuhan biologis manusia, dalam bentuk perkahwinan antara dua makhluk manusia yang berlainan jenis kelamin, yaitu pria dan wanita. Sesuai dengan kodrat kejadian mausia. Pria membutuhkan wanita dan wanita mambutuhkan pria dalam kehidupannya. Karena kedua pihak tersebut saling membutuhkan, maka mereka saling mencari atau saling bertemu, sehingga tumbuhlah benih kasih saying, saling mencintai, ini kemudian diwujudkan dalam ikatan perkahwinan yang sesuai dengan normal kehidupan dan aturan hokum yang berlaku dalam masyarakat.

Dalam ikatan perkahwinan mereka, pria berstatus sebagai suami dan berfungsi sebagai kepala keluaga. Sedangkan wanita sebagai istri dan berfungsi sebagai ibu rumah tangga.

B.Tujuan

Untuk mengetahui apa itu keluarga dan
Fungsi keluarga.

Continue Reading »

HPI

Makalah
Pengertian Kejahatan Internasional

IAIN AR-RANIRY
FAKULTAS SYARI’AH JINAYAH WASSIYASAH
DARUSSALAM, 2008

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kejahatan merupakan suatu perbuatan yang sangat tidak dikehendaki oleh setiap orang, negara maupun bangsa-bangsa yang ada di dunia ini. Sehingga harus diciptakan aturan-aturan atau undang–undang yang memberikan saksi bagi pelaku kejahatan. Setiap negara mempunyai undang-undang yang mengatur tentang kejahatan. Namun bagaimana jika si pelaku (offender) kejahatan lari meninggalkan tempat atau negara di mana dia melakukan kejahatan?. Sehingga hal ini membuat undang-undang atau perangkat hukum yang berlaku di negara tempat dia melakukan kejahatan menjadi sulit untuk menjangkau si pelaku kejahatan artinya sudah di luar yurisdiksi.
Maka dalam hal ini, semua negara sepakat untuk membuat perjanjian atau konvensi dalam hal-hal yang bersifat internasional. Jika suatu negara sudah tidak mampu untuk menjangkau si pelaku untuk di adili karena perbuatannya yang merugikan orang banyak maka negara lain atau organisasi yang telah disepakati dunia berhak menangkap si pelaku atas dasar kesepakatan tersebut.
Kejahatan yang bagaimana yang telah dilakukan oleh si pelaku yang bisa ditangkap atau diadili oleh internasional? Tentunya kejahatan yang bersifat internasional yaitu kejahatan yang benar-benar bersifat internasional. Misalnya saja kejahatan genocida atau pembunuhan massa terhadap suatu ras dan golongan, Kejahatan perang, perbudakan, pembajakan dan kejahatan di luar batas yurisdiksi suatu undang-undang yang berlaku pada sebuah negara.
Kejahatan internasional merupakan hal yang sangat penting untuk dibahas dan sangat penting untuk di buat ke dalam suatu undang-undang. Karena setiap negara mempunyai territorial masing-masing yang harus dihormati oleh negara lain. Dan setiap negara mempunyai undang-undang yang jangkauannya terbatas dan harus dihormati oleh negara lain juga. Maka disini letak penting hukum internasional dalam menindak lanjuti kejahatan internasional. Sehingga yurisdiksi suatu negara tidak terbatas hanya karena territorial negara yang terbatas.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana yang dimaksud dengan kejahatan internasional?
2. Bagaimana hubungan kejahatan internasional dengan suatu kejahatan nasional?
3. bagaimana batasan-batasan suatu kejahatan internasional?

C. Maksud Dan Tujuan Penulisan
1. untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kejahatan internasional.
2. untuk mengetahui hubungan kejahatan internasional dengan kejahatan nasional.
3. untuk mengetahui batasan suatu kejahatan internasional.

D. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang dipergunakan dalam penulisan makalah ini adalah study kepustakaan atau library research, yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari data-data.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kejahatan Internasional
Dari segi istilah, kejahatan politik merupakan kata majemuk “kejahatan” dan “internasional”. Namun apabila dilihat dari kata majemuk ini, kita akan menemui masalah, sebab begitu banyak pengertian yang kita dapatkan dari istilah kejahatan maupun istilah internasional. Seperti yang telah gambarkan pada bagian pendahuluan, kejahatan dapat diberi pengertian berdasarkan Legal Definition of Crimes dan Social Definition of Crimes. Kejahatan dalam pengertian J D Crimes adalah perbuatan-perbuatan yang telah dirumuskan dalam Perundang-undangan pidana. Sementara kejahatan berdasarkan social Definition of crimes adalah definisi kejahatan yaitu suatu perbuatan yang tidak terdapat dalam undang-undang namun sebuah kejahatan bagi masyarakat. Dapat dikatakan juga kejahatan adalah perilaku menyimpang, ini merupakan pengertian Secara umum.
Secara yuridis formal, kejahatan (tindak pidana) adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoral), merugikan masyarakat, a-sosial sifatnya dan melanggar hukum serta undang-undang pidana.
Sedangkan pengertian internasional adalah hubungan antar Negara yang dengan dengan yang lain baik bersifat bilateral maupun multilateral, lintas batas Negara atau antar bangsa-bangsa.
Jadi yang dimaksud dengan kejahatan internasional adalah suatu perbuatan yang menyimpang atau melanggar ketetapan yang telah di tetapkan Secara internasional melalui perjanjian-perjanjian (hukum internasional) yang merugikan suatu bangsa ataupun banyak bangsa.

Macam-Macam Kejahatan Internasional
Pada tahun 1994, Draft Statute for an International Criminal Court, yang menjadi cikal bakal Statuta Roma, yang juga merupakan hasil kerja International Law Commission, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tindak kejahatan internasional dan akan berada dalam yurisdiksi pengadilan pidana internasional adalah:
a. kejahatan Genosida.
b. Kejahatan agresi.
c. pelanggaran serius terhadap hukum dan kebiasaan yang berlaku saat pertikaian bersenjata. (kejahatan perang/war crimes)
d. kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan yang dilakukan berkaitan dengan perjanjian yang merupakan tindak kejahatan yang sangat serius yang bersifat internasional. (crimes against humanity)

Berikutnya Statute roma 1998 memberikan memberikan kewenangan yusrisdiksional kepada ICC (international criminal court) untuk menangani empat macam kejahatan internsional, yakni:
a. kejahatan genosida (genocide)
Istilah genosida pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Raphael lemkin pada tahun 1944. Secara etimologis, berasal dari bahasa yunani yaitu “geno” yang berarti “Ras” dan “cidium” yang mempunyai arti “membunuh”. Secara istilah genocide adalah suatu tindakan pemusnahan terhadapat kelompok atau etnis tertentu.
b. kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity)
c. kejahatan perang (war crimes)
d. kejahatan agresi (the crimes of aggression).
Namun demikian, statute roma 1998 menyiratkan bahwa yurisdiksi material ICC bisa saja di perluas sehingga mencakup kejahatan-kejahatan lain.
Bassiouni, 1986, telah menyebutkan terdapat 22 jenis kejahatan internasional yang memenuhi salah satu atau semua karakteristik pidana, yaitu:
2. aggression
3. war crimes
4. unlawful use of weapons
5. crime against humanity
6. genocide
7. racial discrimination and apartheid
8. slyvery and related crimes S. torture
9. unlawful human experimentation
10. piracy
11. aircraft hijacking
12. threat and use of force against interasionally protected person
13. taking of civilian hostage
14. drug offenses
15. international traffic in obscene publication
16. destruction and or theft of international treasures
17. environmental protection
18. theft of nuclear materials
19. unlawful use of mails
20. interference of submarine cables
21. falsification and counterfelting
22. britary of foreign public officials
23. international traffic in obscene publications
Penetapan ini berdasarkan:
a. adanya konvensi yang menetapkan kejahatan sebagai IC
b. adanya pengakuan berdasarkan hukum kebiasaan internasional bahwa tindakan-tindakan tersebut sebagai hukum internasional
c. adanya larangan-larangan terhadap tindakan-tindakan tersebut oleh perjanjian internasional.

Jenis tindak pidana (kejahatan) dalam undang-undang no. 1 tahun 1979 tentang ekstradisi:
a. pembunuhan
b. pembunuhan yang direncanakan
c. penganiayaan yang berakibatkan luka-luka berat atau matinya orang, penganiayaan yang idrencanakan dan penganiayaan berat.
d. Perkosaan, perbuatan cabul dengan kekerasan
e. Persetubuhan dengan seorang wanita di luar perkawinan atau perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya atau oragn itu belum berumur 15 tahun atau belum mampu kawin.
f. Perbuatan cabul yan dilakukan oleh orang cukup umur dengan orang lain sama kelamin yang belum cukup umur.
g. Memberikan atau mempergunakan obat-obatan atau alat alat dengan maksud menyebabkan gugur atau mati kandungan seseorang wanita.
h. Melarikan wanita dengan kekerasan, ancaman kekerasan atau tipu muslihat dengan sengaja melarikan seseorang yang belum cukup umur.
i. Perdangangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum cukup umur.
j. Penculikan atau penahanan melawan hukum.
k. Perbudakan
l. Pemerasan dan pengancaman
m. Meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas negeri atau uang kertas bank atau mengedarkan uang negeri atau kertas bank yang ditiru atau dipalsukan.
n. Menyimpan atau memasukkan uang ke Indonesia yang telah disaru atau telah dipalsukan.
o. Pemalsuan dan kejahatan yang bersangkutan dengan pemalsuan
p. Sumpah palsu.
q. Penipuan.
r. Tindak pidana yang berhubungan dengan kebangkrutan.
s. Penggelapan.
t. Pencurian, perampokan.
u. Pembakaran dengan sengaja.
v. Pengrusakan barang atau bagunan dengan sengaja.
w. Penyuludupan
x. Setiap tindak kesengajaan yang dilakukan dengan maksud membahayakan keselamatan kerata api, kapal laut/kapal terbang dengan penumpang-penumpangnya.
y. Menenggelamkan atau merusak kapal di tengah laut.
z. Penganiayaan diatas kapal di atas laut dengan maksud menghilangkan nyawa atau menyebabkan luka berat.
aa. Pemberontakan atau pemufakatan untuk memberontak oleh dua orang atau lebih di atas kapal di tengah laut menetang kuasa nakhoda, penghasutan untuk memberontak.
bb. Pembajakan laut.
cc. Pembajakan udara, kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana prasarana penerbangan.
dd. Tindak pidana korupsi
ee. Tindak pidana narkoba.
ff. Perbuatan yang melanggar undang-undang senjata api, bahan peladak dan bahan yang menimbulkan kebakaran.

B. Hubungan Kejahatan Internasional Dengan Hukum Nasional
Sebenarnya setiap kejahatan yang dilakukan mempunyai kemungkinan untuk menjadi kejahatan yang bebrsifat internasional. Karena setiap negara mempunyai kepentingan terhadap pelaku kejahatan. Setiap negara sudah melakukan kerja sama dalam berbagai bidang dalam baik dalam bentuk kesepakatan maupun perjanjian atau konvensi. Sehingga bisa saja suatu kejahatan menjadi kejahatan internasional karena pelaku sudah tidak di tempat dia melakukan kejahatan seperti yang telah dikemukakan pada BAB Pendahuluan.
Dengan kata lainnya setiap kejahatan nasional bisa jadi merupakan kejahatan internasional dan sebaliknya. Di bawah ini akan di bahas beberapa contoh hubungan hukum internasional dengan hukum nasional yang saling berkaitan.
a. suatu kejahatan terjadi di wilayah dari atau lebih negara dan menimbulkan akibat di dalam wilayah negara yang bersangkutan dan atau diwilayah negara lain.
b. Suatu kejahatan terjadi di suatu tempat di luar wilayah negara-negara di dunia tetapi menimbulkan akibat di dalam wilayah dari satu atau lebih negara.
c. Tempat tejadinya kejahatan nasional di luar wilayah negara yang bersangkutan tetap menimbulkan akibat di dalam wilayahnya.
d. Korban kejahatan nasional terjadi di wilayah negara lain atau di suatu tempat di luar wilayah negara.
e. Kejahatan yang terjadi di dalam wilayah suatu negara tetapi pelakunya adalah orang yang bukan warga negaranya.

C. Parameter Kejahatan Internasional
Di bawah ini akan dikemukakan beberapa cara sebagai tolak ukur atau parameter untuk menentukan suatu kejahatan itu merupakan kejahatan internasional, yaitu:
a. tempat terjadinya kejahatan
jika suatu peristiwa pembunuhan itu berkewarganegaraan satu negara, namun pembunuhanitu terjadi di luar wilayah negara itu, misalnya sebagian dilakukan di dalam wilayah suatu negara dan sebagian lagi di luar wilayahnya, atau pembunuhan itu terjadi di laut lepas atau di wilayah negara lain, dan semua macam peristiwa tersebut, negra yang bersangkutan memiliki yurisdiksi criminal atas peristiwa pembunuhan itu, maka dalam hal ini sudah nampaklah dimensi internasionalnya.
b. kewarganegaraan dari sipelaku dan atau korbannya
Dengan menjadikan kasus pembunuhan seperti tersebut diatas sebagai contoh, meskipun dilihat dari tempat terjadinya peristiwa, seluruhnya di dalam suatu negara, selanjutnya lihatlah keawarganegaraan dari si pelaku maupun korban. Jika yang di bunuh adalah warga negara asing maka di sini sudah nampak hukum internasional nya.
c. korban yang berupa harta benda bergerak dan atau tidak bergerak milik pihak asing.
Ada kejahatan yang terjadi seluruhnya di dalam wilayah suatu negara dan dialakukan oelh warga negara tersebut tetapi sasarannya atau korbannya adalah berupa harta benda bergerak meupun tidak bergerak milik pihak asing, baik itu punya negara maupun punya perusahaan asing.
d. Kombinasi dari butir a,b dan c di atas.
Di dalam suatu kejahatan anoak dimensi-dimensi internasionalnya Secara terkombinasikan, baik mengenai tempat terjadinya, pelakunya, korbannya baik berupa orang, badan hukum, atau benda-benda yang bergerak ataupun tidak. Dalam kasus ini akan lebih mudah melihat dan menemukan dimensi-dimensi internasionalnya, sehingga tidak ada keraguan untuk mengatakan bahwa ini merupakan kejahatan internasional.
e. Tersentuhnys nilai-nilai kemanusiaan universal, rasa keadilan dan kesadaran hukum umat manusia.
Ada beberapa kasus kejahatan yang dilihat dari segi tempat, korbannya dan pelakunya dalam suatu negara. Misalnya saja orang yang tidak tahu menahu tentang maksud dan tujuan dari sipelaku sehingga mareka menajdi korban dalam jumlah yang sanagat banyak. Tindakan si pelaku yang tidak berperi kemanusiaan, yang telah melanggar norma-norma, masyarakat internasional mengecam itu semua sebab bertentangan dengan hak asasi manusia dan nilai-nilai kemanusiaan yang universal

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kejahatan internasional merupakan kata majemuk yaitu kejahatan (perilaku menyimpang / melanggar undang-undang) dan internasional (hubungan antar negara). Kejahatan internasional adalah suatu perbuatan yang menyimpang atau melanggar ketetapan yang telah di tetapkan Secara internasional melalui perjanjian-perjanjian (hukum internasional) yang merugikan suatu bangsa ataupun banyak bangsa.
Dalam statute roma 1998 ada empat macam kejahatan internasional, namun tidak menutup kemungkinan akan menjadi laus pada kejahatan-kejahatan yang lain yakni:
a. kejahatan genosida (genocide)
b. kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity)
c. kejahatan perang (war crimes)
d. kejahatan agresi (the crimes of aggression).

Parameter Kejahatan Internasional
a. tempat terjadinya kejahatan
b. kewarganegaraan dari sipelaku dan atau korbannya
c. korban yang berupa harta benda bergerak dan atau tidak bergerak milik pihak asing.
d. Tersentuhnys nilai-nilai kemanusiaan universal, rasa keadilan dan kesadaran hukum umat manusia.
e. Kombinasi dari butir a,b dan c di atas

DAFTAR PUSTAKA
Siswanto, Arie. 2005. Yurisdiksi Material Mahkamah Kejahatan Internasional. Bogor: Ghalia Indonesia
Atmasamita, Romli. 2000. Pengantar Hukum Pidana Internasional. Bandung: Rafika Aditama
Parthiana, I Wayan. 2006. Hukum Pidana Internasional. Bandung: Yrama Widya
Abdussalam. 2006. Hukum Pidana Internasional. Jakarta: Restu Agung