Makalah
Kedudukan Korban Dan Kejahatan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap terjadinya suatu tindakan kejahatan dapat dipastikan akan menimbulkan kerugian yang sangat besar pada korbannya, baik kerugian tersebut bersifat materil maupun bersifat immateriil. Sedangkan penderitaan yang dialami oleh korban kejahatan sangat relavan untuk dijadikan instrumen atau pertimbangan bagi penjatuhan pidana kepada pelaku, akan tetapi sebenarnya penderitaan-penderitaan yang di alami oleh pelaku karena di pidana tidak ada hubungannya dengan penderitaan korban kejahatan.
Dalam makalah ini kita mencoba membahas tentang pengertian dari korban, pengertian dari kejahatan dan bagaimana kedudukan dari korban dan pelaku kejahatan. Korban merupakan orang atau lembaga dengan kata lain mereka yang mengalami penderitaan jasmani atau badan/fisik dan rohani atau mental karena perbuatan orang lain yang telah melanggar dari hak-hak asasi mareka.
Kejahatan adalah suatu perbuatan yang di anggap telah menyimpang dari norma oleh masyarakat sehingga dia pantas untuk di hukum. Dalam terjadinya suatu kejahatan ada keterkaitan antara pelaku kejahatan (subject) dengan korban dari kejahatan itu sendiri (object), yaitu hubungan dari sebab akibat. Sebagaimana telah kami sebutkan tadi bahwa, suatu kejahatan akan menimbulkan korban. Maka jika tidak ada orang yang melakukan kejahatan maka secara logis tidak ada korban. Pernyataan ini memang tidak bisa dipegang secara seluruhnya, karena ada juga mareka yang menjadi korban karena keadaan alam atau bencana alam. Mareka juga di sebut sebagai korban, namun tidak seperti korban yang kita maksudkan disini. Di dalam makalah ini kita hanya menjelaskan korban dalam tindak kejahatan.
Pada dasarnya, dalam memberikan suatu definisi harus mencakup semua aspek sebagai batasan dalam membahas suatu masalah. Namun tidak semua sama dalam memberikan suatu definisi, banyak hal yang di pertimbangkan dalam pemberian definisi. Ada yang melihat dari aspek sosial budaya dan hukum. Namun, perbedaan ini tidak dapat kita jadikan sebagai perdebatan namun mari kita jadikan sebagai rahmat bagi kita semua.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana yang di maksud dengan korban dalam victimologi?
2. Bagaimana pengertian tentang kejahatan dalam victimologi?
3. Bagaimana kedudukan dari korban dan kejahatan?
C. Maksud Dan Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan korban dalam victimologi.
2. Untuk mengetahui pengertian dari kejahatan dalam victimologi.
3. Untuk mengertahui kedudukan dari korban dan kejahatan.
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini merupakan metode yang bersifat library research, yaitu dengan cara mengumpulkan berbagai data dari bahan-bahan bacaan baik dibuku maupun di internet dan kemudian di analisa dan di susun dalam bentuk makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korban
Korban tidak boleh kita pahami sebagai obyek dari suatu tindak kejahatan saja, akan tetapi juga harus dipahami sebagai subyek yang perlu dan wajib mendapat perlindungan secara social dan hukum. Karena pada dasarnya korban adalah orang baik, individu, kelompok ataupun masyarakat yang telah menderita kerugian yang secara langsung telah terganggu akibat pengalamannya sebagai target dari kejahatan subyek lain.
Dulu, pada masa peradaban ibrani kuno, pengertian korban hanya sebatas merujuk kepada pengorbanan atau yang di korbankan, yaitu mengorbankan seseorang atau binatang untuk pemujaan atau hierarki kekuasaan. Dan ini merupakan pengertian yang sangat sempit.
Selama beberapa abad, pengertian korban menjadi berubah dan memiliki makna yang lebih luas. Ketika viktimologi pertama kali ditemukan yaitu pada tahun 1940-an, para ahli viktimologi seperti Mendelshon, Von Hentig dan Wolfgang cenderung mengartikan korban berdasarkan text book dan kamus yaitu ”orang lemah yang membuat dirinya sendiri menjadi korban”.
Pemahaman seperti itu ditentang habis-habisan oleh kaum feminist sekitar tahun 1980-an, dan kemudian mengubah pengertian korban yaitu “setiap orang yang terperangkap dalam suatu hubungan atau situasi yang asimetris. Asimetris disini yaitu segala sesuatu yang tidak imbang, bersifat ekploitasi, parasitis (mencari keuntungan untuk pihak tertentu), merusak, membuat orang menjadi terasing, dan menimbulkan penderitaan yang panjang”.
Istilah korban pada saat itu merujuk pada pengertian “setiap orang, kelompok, atau apapun yang mengalami luka-luka, kerugian, atau penderitaan akibat tindakan yang bertentangan dengan hukum. Penderitaan tersebut bisa berbentuk fisik, psikologi maupun ekonomi”.
Kamus umum bahasa indonesia menyebutkan kata korban mempunyai pengertian: ”korban adalah orang yang menderita kecelakaan karena perbuatan (hawa nafsu dan sebagainya) sendiri atau orang lain”.
Menurut Arif Gosita
Pengertian korban adalah mereka yang menderita jasmani dan rohani sebagai tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita.
Pengertian yang disampaikan oleh Arif Gosita tersebut sudah diperluas maknanya, tidak hanya untuk perorangan tetapi berlaku bagi subyek hukum yang lain, seperti badan hukum, kelompok masyarakat dan korporasi. Timbulnya korban erat kaitanya dengan kejahatan.
Menurut Sahetapi
“korban adalah orang perorangan atau badan hukum yang menderita luka-luka, kerusakan atau bentuk-bentuk kerugian lainnya yang dirasakan, baik secara fisik maupun secara kejiwaan. Kerugian tersebut tidak hanya dilihat dari sisi hukum saja, tetapi juga dilihat dari segi ekonomi, politik maupun social budaya. Mereka yang menjadi korban dalam hal ini dapat dikarenakan kesalahan si korban itu sendiri, peranan korban secara langsung atau tidak langsung, dan tanpa adanya peranan dari si korban .
Van Boven
Merujuk pada Deklarasi Prinsip-prinsip Dasar Keadilan bagi korban Kejahatan dan penyalahgunaan kekuasaan (Declaration of basic Principle of justice for victim of crime and abuse of power) yang mendefinisikan korban adalah: Orang yang secara individual maupun kelompok telah menderita kerugian, termasuk cedera fisik maupun mental, penderitaan emosional, kerugian ekonomi atau perampasan yang nyata terhadap hak-hak dasarnya, baik kerana tindakan (by act) maupun karena kelalaian (by omission).
Berdasarkan pada beberapa pengertian tersebut diatas, pengertian korban bukan hanya untuk manusia saja atau perorangan saja, akan tetapi dapat berlaku juga bagi badan hukum, badan usaha, kelompok organisasi maupun Negara. Perluasan pengertian subyek hukum tersebut karena badan hukum atau kelompok tersebut melaksanakan hak dan kewajiban yang dilindungi oleh hukum atau dengan kata lain subyek hukum tersebut dapat merasakan penderitaan atau kerugian atas kepentingan yang dimiliki akibat perbuatan sendiri atau pihak lain seperti yang dirasakan oleh manusia.
Rancangan Deklarasi dan Resolusi Konggres PBB ke-7 yang kemudian menjadi Resolusi MU-PBB 40/34, bahwa yang dimaksud dengan korban adalah orang-orang, baik secara individual maupun kolektif, yang menderita kerugian akibat perbuatan (tidak berbuat) yang melanggar hukum pidana yang berlaku di suatu Negara, termasuk peraturan-peraturan yang melarang penyalahgunaan kekuasaan.
Perlu dicatat, bahwa pengertian kerugian (Harm) menurut Resolusi tersebut, meliputi kerugian fisik maupun mental (Physical or mental injury), penderitaan emosional (emotional suffering), kerugian ekonomi (economic loss) atau perusakan substansial dari hak-hak asasi manusia mereka (substantial impairment of theirfundamental rights). Selanjutnya dikemukakan bahwa seseorang dapat di pertimbangkan sebagai korban tanpa melihat apakah sipelaku kejahatan itu sudah diketahui, ditahan, dituntut, atau dipidana dan tanpa memandang hubungan keluarga antara sipelaku dengan korban.
Macam-Macam Korban
Konggres PBB ketujuh telah mengelompokkan macam-macam korban sebagai berikut:
• Korban kejahatan konvensional adalah korban yang diakibatkan oleh tindak pidana biasa atau kejahatan biasa misalnya, pembunuhan, perkosaan, penganiayaan dan lain-lain;
• Korban non-konvensional adalah korban kejahatan yang diakibatkan oleh tindak pidana berat seperti terorisme, pembajakan, perdagangan narkotika secara tidak sah, kejahatan terorganisir dan kejahatan computer;
• Korban kejahatan akibat penyalahgunaan kekuasaan (Ilegal abuses of power) terhadap hak asasi manusia alat penguasa termasuk penangkapan serta penahanan yang melanggar hukum dan lain sebagainya.
Pengelompokan atas macam-macam korban tersebut didasarkan atas perkembangan masyarakat. Terhadap korban kategori ketiga adanya korban penyalahgunaan kekuasaan berkaitandengan pelanggaran hak asasi manusia.
Kemudian sejak viktimologi diperkenalkan sebagi suatu ilmu pengetahuan yang mengkaji permasalahan korban serta segala aspeknya, maka wolfgang melalui penelitiannya menemukan bahwa ada beberapa macam korban yaitu:
wolfgang
• Primary victimization, adalah korban individual/perorangan bukan kelompok;
• Secondary Victimization, korbannya adalah kelompok, misalnya badan hukum;
• Tertiary Victimization, yang menjadi korban adalah masyarakat luas;
• Non Victimozation, korbannya tidak dapat segera diketahui misalnya konsumen yang tertipu dalam menggunakan hasil peroduksi.
Tipologi korban
• Unrelated victims, yaitu korban yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan terjadinya korban, misalnya pada kasus kecelakaan pesawat. Dalam hal ini tanggungjawab sepenuhnya terletak pada pelaku.
• Provocative Victims, yaitu seseorang yang secara aktif mendorong dirinya menjadi korban, misalnya kasus selingkuh, dimana korban juga sebagai pelaku.
• Participating Victims, yaitu seseorang yang tidak berbuat tetapi dengan sikapnya justru mendorong dirinya menjadi korban.
• Biologically weak Victims, yaitu mereka yang secara fisik memiliki kelemahan atau potensi untuk menjadi korban, misalnya orang tua renta, anak-anak dan orang yang tidak mampu berbuat apa-apa.
• Socially Weak Victims, Yaitu mereka yang memiliki kedudukan social yang lemah yang menyebabkan mereka menjadi korban, misalnya korban perdagangan perempuan, dan sebagainya.
• Self Victimizing Victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena kejahatan yang dilakukannya sendiri, pengguna obat bius, judi, aborsi dan prostitusi.
Hak-hak korban menurut Hak-hak korban menurut Declaration of basic principles of justice for victim of crimes and abuse of power
• Hak memperoleh informasi;
• Hak didengar dan dipertimbangkan kepentingannya pada setiap tahapan proses peradilan pidana;
• Hak memperoleh bantuan yang cukup;
• Hak memperoleh perlindungan terhadap privasi dan keamanan;
• Hak memperoleh pelayanan yang cepat dalam penyelesaian perkara
• Hak untuk memperoleh ganti kerugian (Restitusi)
• Hak memperoleh kompensasi (dalam kejahatan yang berat/serius)
• memperoleh kesempatan berpartisipasi pada tahapan proses pidana.
Kewajiban Korban Kriminalitas ialah
a. tidak sendiri membuat korban dengan mengadakan pembalasan
b. berpartisipasi dalam masyarakat mencegah perbuatan korban lebih banyak lagi
c. mencegah kehancuran sipelaku baik oleh diri sendiri maupun orang lain
d. mencegah kehancuran sipelaku baik oleh diri senndiri maupun oleh orang lain
e. ikut serta membina pelaku atau pembuat korban
f. bersedia dibina atau membina diri sendiri untuk tidak menjadi korban lagi
g. tidak menuntut restitusi yang tidak sesuai dengan kemampuan pelaku
h. menjadi saksi bila tidak membahayakan diri sendiri dan ada jaminan keamananya.
B. Pengertian Kejahatan
Pengertian kejahatan (crime) sangatlah beragam, tidak ada definisi baku tentang kejahatan. Tidak ada definisi yang mencakup semua aspek dari kejahatan, ada yang memberikan definisi dari aspek sosiologis, ada yang memberikan definisi dari aspek yuridis maupun kriminologis.
Munculnya perbedaan dalam memberikan definisi tentang kejahatan ini dikarenakan adanya perbedaan cara pandang dalam memberikan definisi itu sendiri, disamping tentunya perumusan kejahatan dipengaruhi oleh jenis kejahatan yang akan dirumuskan.
Secara etimologi kejahatan adalah suatu perilaku atau tingkah laku yang menyimpang atau bertentangan dengan moral kemanusiaan. Kejahatan merupakan suatu perbuatan yang sangat ditentang dan tidak disukai oleh masyarakat.
Van bemmelen merumuskan kejahatan adalah tiap kelakuan yang tidak bersifat susila dan merugikan, yang menimbulkan begitu banyak ketidak tenangan dalam suatu masyarakat tertentu sehingga masyarakat tersebut berhak mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa atau sanksi yang dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut.
Jika dikaitkan dengan kejahatan-kejahatan yang terdapat didalam udang-undang hokum pidana, perumusan kejahatan menurut kitab undang-undang hokum pidana adalah semua bentuj perbuatan yang memenuhi perumusan ketentuan-ketentuan kitab undang-undang hokum pidana.
Sekalipun perumusan kejahatan sangat beragam namun pada intinya memiliki kesamaan unsure. Pendapat Kimball tentang unsur-unsur yang terdapat didalam kejahatan adalah:
a. Adanya pelaku
b. Adanya niat jahat
c. Siapa penyebabnya (korban)
d. kerugiannya
e. adanya keterangan atau fakta-fakta yang memberatkan (saksi)
f. keputusan hakim apakah pelaku di penjara atau di hokum mati.
Pada awalnya kejahatan merupakan cap yang diberikan masyarakat pada perbuatan-perbuatan yang dianggap bertentangan dengan norma-norma atau kaidah-kaidah yang berlaku didalam masyarakat. Dengan demikian ukuran untuk apakah suatu perbuatan termasuk kedalam katagori kejahatan atau bukan adalah “apakah masyarakat menderita kerugian secara materiil maupun immaterial sehingga di masyarakat timbul rasa tidak aman dan melukai perasaan?”
Karena ukuran pertama dalam menentukan apakah suatu perbuatan merupakan kejahatan atau bukan adalah norma-norma yang hidup dan dianut oleh masyarakat setempat, tentunya sukar untuk mengolongkan jenis-jenis kejahatan yang dapat di sebut dengan kejahatn. Namun yang pasti, hokum adalah hokum dan harus ditegakkan karena telah melanggar undang-undang walaupun itu merupakan adapt kebiasaan dari penduduk tesebut. Kita tidak boleh digiring kedalam pendikotomian antara hokum adapt dan budaya, hokum tetap hokum.
Disamping kejahatan yang mempunyai korban, ada juga terdapat tindak kejahatan yang tidak mempunyai korban yang lebih dikenal dengan sebutan kejahatan tanpa korban (victimeless crime). Kenapa dikatakan kejahatan tanpa korban, ini dikarenakan yang melakukan kejahatan sediri merupakan korban dari perbuatannya sendiri. Seperti orang yang melakukan tindak pidana perjudian, narkotika, pornografi, prostitusi.
C. Kedudukan Korban Dan Kejahatan
Korban mempunyai peranan fungsional dalam terjadinya suatu kejahatan. Perbuataan pelaku atau tindakan kejahatan dapat mengakibatkan orang lain menjadi korban, sebagai mana yang dikemukakan oleh samuel walker bahwa hubungan antara korban dan pelaku kejahatan adalah hubungan sebab akibat. Akibat dari perbuatan pelaku yaitu suatu perbuatan kejahatan dan korban yang menjadi object sasaran perbuatan pelaku menyebabkan korban harus menderita karena kejahatan.
Kerugian yang dialami oleh korban akibat terjadinya suatu kejahatan tidak semuanya kerugian yang berupa materiil, atau penderitaan fisik saja, tetapi yang paling besar pengaruhnya adalah kerugian atau dampak psikologis. Korban kejahatan bisa terus menerus merasa dibanyagi oleh kejahatan yang menimpanya yang dapat menghalanginya untuk beraktivitas dalam kehidupannya sehari-hari.
Secara sosiologis dapat dikatakan bahwa dalam kehidupan masyarakat, semua warga negara berpartisipasi penuh atas terjadinya kejahatan sebab masyarakat dipandang sebagai sebuah sistem kepercayaan yang melembaga (system of institutionalized trust). Tanpa kepercayaan ini, kehidupan sosial ini tidak mugkin berjalan dengan baik sebab tidak ada patokan yang pasti dalam bertingkah laku. Kepercayaan terpadu melalui norma-norma yang diekspresikan di dalam stuktur organisasional.
Bagi korban kejahatan, dengan terjadinya kejahatan yang menimpa dirinya tentu akan menghancurkan sistem kepercayaan tersebut. Dengan kata lain, dapat merupakan suatu bentuk trauma kehilangan kepercayaan terhadap masyarakat dan ketertiban umum yang berwujud munculnya gejala-gejala rasa takut, gelisah, rasa curiga, sinisme, depresi, kesepian, dan berbagai perilaku penghindaran lainnya. Contoh wanita korban kekerasan dalam rumah tangga, khususnya yang mengalami kekerasan dalam berhubungan intim. Rasa takut adalah hal yang paling mendominasi korban. Rasa takut tersebut mengendalikan semua perilakunya, dan mewarnai semua tindak tanduknya. Bahkan ketakutan dapat menganggu pola tidurnya, memunculkan insomnia dan mimpi-mimpi buruk. Gangguan tidur dapat memunculkan ketergantungan terhadap obat tidur dan obat penenang dapat mengancam keselamatan dirinya. Bahkan, akan mengancam jiwanya, kalau sampai ia berusaha mambuka mulut, atau apabila ia berusaha meninggalkan lelaki itu.
Kadang kala hubungan antara pelaku kejahatan dengan korban kejahatan sering kali bersifat personal. Hal ini dapat ditemui dalam berbagai jenis kejahatan yang melibatkan keluarga atau yang terjadi dalam rumah rumah tangga. Pada jenis kejahatn seperti ini, seringnya terjadinya kontak dengan pelaku kejahatan hal ini akan meanmbah rasa takut dari sikorban untuk mengambil tindakan. Apabila sikorban mengambil tindakan untuk melaporkan kepada pihak lain maka akan menimbulkan kemarahan tidak hanya dari para pelaku akan tetapi dari pihak lainnya.
Menurut E. Kristi Poerwandari, dalam kekerasan terhadap perempuan hubungan antara pelaku dengan korban sangat beragam pelaku, dapat berupa:
1. orang asing/ tidak saling kenal; suami; pasangan hubungan intim lain (pacar, tunangan, bekas suami, dan lain-lain); kenalan/teman; anggota keluarga inti dan/luas; teman kerja;
2. orang dengan posisi otoritas: atasan kerja atau majikan; guru; dosen atau pengajar; pemberi jasa tertentu (konselor, dokter, perkerja sosial, dan lain-lain);
3. negara dan atau wakilnya; polisi/anggota militer; dan pejabat (individu dalam kedudukan sebagai pejabat);
Untuk kejahatan-kejahatan di luar kekerasan dalam rumah tangga hubungan pelaku deengan korban sangat beragam, tetapi pada umunya antara pelaku dengan korban tidak memiliki relasi secara lansung atau tidak saling mengenal. (serambi, 12 desember 2008, tiga orang tukang becak memperkosa seorang anak yang lemah mental secara bergiliran. Pelaku dan korban tidak mempunyai hubungan atau saling mengenal)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Korban adalah mereka yang menderita jasmani dan rohani sebagai bentuk tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita. Macam-macam korban yaitu:
• Primary victimization, adalah korban individual/perorangan bukan kelompok;
• Secondary Victimization, korbannya adalah kelompok, misalnya badan hukum;
• Tertiary Victimization, yang menjadi korban adalah masyarakat luas;
• Non Victimozation, korbannya tidak dapat segera diketahui misalnya konsumen yang tertipu dalam menggunakan hasil peroduksi.
Kejahatan adalah setiap kelakuan atau perbuatan yang tidak bersifat susila (asusila) dan merugikan, yang menimbulkan begitu banyak ketidak tenangan dalam suatu masyarakat tertentu sehingga masyarakat tersebut berhak mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa atau sanksi yang dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut.
Korban mempunyai peranan fungsional dalam terjadinya suatu kejahatan. Perbuataan pelaku atau tindakan kejahatan dapat mengakibatkan orang lain menjadi korban, sebagai mana yang dikemukakan oleh samuel walker bahwa hubungan antara korban dan pelaku kejahatan adalah hubungan sebab akibat. Akibat dari perbuatan pelaku kejahatan maka menyebabkan timbulnya korban.
Unsur-unsur yang terdapat didalam kejahatan adalah:
a. pelaku
b. adanya niat jahat
c. siapa penyebabnya
d. adanya kerugian
e. adanya keterangan/ fakta
f. keputusan dari pengadilan
DAFTAR PUSTAKA
M.arief Mansur, dikdik dan Elisatris Gultom. 2007. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma Dan Realita. Jakarta: Rajawali Pers
Nuri sanusi, lian. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban. Ciganjur: Kawan Pustaka.
Gosita, Arif : 2004. ”Masalah Korban Kejahatan (Kumpulan Karangan) Kedudukan Korban di Dalam Tindak Pidana”, Jakarta : PT. Bhuwana Ilmu Populer.
http://paijolaw.googlepages.com/presentasi victimologi
http://www.unsoed.ac.id
http://pemantau peradilan.com
http://thed03.blogsport.com
syafruddin. 2006.”Peranan Korban Kejahatan (Victim) Dalam Terjadinya Suatu Tindak Pidana Kejahatan Di Tinjau Dari Segi Victimologi” USU. Repsitroy.
Tulisan dari Sagung Putri M.E Purwani ”Victimisasi Kriminal Terhadap Perempuan”